Ketua BPP UNAIR: Ranking Bukan Tujuan Utama tetapi Alat untuk Tingkatkan Performa

Ketua BPP UNAIR: Ranking Bukan Tujuan Utama tetapi Alat untuk Tingkatkan Performa

Smallest Font
Largest Font

KUALA LUMPUR –  QS mengadakan Rankings Discussion Panel di malam terakhir Konferensi Asia Pasifik QS Higher Ed Summit 2023. Diskusi panel tersebut digelar di Grand Ballroom – Grand Hyatt Kuala Lumpur (9/11/2023) dalam format QS World University Rankings 20th Anniversary Dinner. Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan Universitas Airlangga, Dr Dian Ekowati PhD, menjadi salah satu pakar yang dimintai pendapat tentang pemeringkatan. Ketiga anggota panel lainnya adalah President Lingnan University,  Prof S. Joe Qin, Senior Vice President QS, Ben Sowter, dan Kavit Yagnik, Regional Solution Sales Manager dan Research Intelligence Elsevier. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Leigh Kamolins, Director of Analytics and Evaluation QS.

Moderator menjelaskan kegiatan tersebut sejatinya dilaksanakan untuk memperingati hari jadi QS World University Rankings dan untuk merenungkan kembali perubahan-perubahan yang terjadi dalam konteks pemeringkatan dalam 20 tahun. Leigh memberikan sedikit sejarah tentang QS, bagaimana founder mereka, Nunzio Quacquarelli 33 tahun yang lalu membuat guidebook informasi perguruan tinggi, career fest untuk menghubungkan calon mahasiswa dengan universitas-universitas. 

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“13 tahun kemudian (20 tahun yang lalu), Internet ditemukan dan QS World University Rankings pun diciptakan untuk memenuhi kebutuhan informasi calon mahasiswa,” kata Leigh. 

Dari waktu ke waktu, selalu ada kritik terhadap pemeringkatan, terkait apakah pemeringkatan masih relevan saat ini. Menurut Leigh, sekamir 15 juta orang masih mengunjungi website QS tiap tahun. 

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

“Tahun ini saat kami meluncurkan QS World University Rankings, dalam tiga hari pertama, hampir 10 juta orang melihat pemeringkatan kami. Berarti selera masyarakat untuk informasi ini masih besar, bukan malah menurun,” jelasnya.

Menurut Presiden Lingnan University pemeringkatan lebih berpengaruh di Asia, saat dia pindah ke Chinese University of Hong Kong lalu memulai kampus baru di Shenzhen sepuluh tahun yang lalu.

“Saat itu ranking sangat penting di Asia, bahkan mungkin lebih penting lagi di Tiongkok, karena banyak mahasiswa dan orang tuanya yang ingin uang mereka bernilai saat mengirim anak mereka ke universitas. Jadi kupikir ranking sangat penting,” ujarnya.

Menurut Kavit Yagnik yang bekerja di bidang bibliometrik, ranking adalah by-product dari semua praktik baik yang diterapkan oleh universitas. Ben Showter melihat adanya revolusi, bahwa universitas telah menggunakan data untuk melapor langsung ke QS.

“Ranking akan selalu dikritik karena tidak bisa mengakomodir sebuah universitas secara utuh. Salah satu hal yang dikapitalisasi dan menggunakan energi yang banyak adalah memastikan bahwa banyak ragam peralatan dan membuat institusi lebih baik. Saya melihatnya sendiri sekarang daripada di tahun 2004,” jelasnya.

Ranking menurut Dr. Dian Ekowati PhD, selalu menjadi bahan diskusi tetapi ranking juga mengarahkan kami bagaimana melihat performa strategis universitas. Dan dalam konteks Indonesia, banyak  perguruan tinggi di Indonesia ditugaskan untuk mencapai ranking tertentu.

“Di Indonesia, seperti yang anda tahu atau belum tahu, ada 5000 perguruan tinggi. Jadi ini adalah jumlah yang sangat besar,” jelas Dian. 

Pemeringkatan, lanjut Dian, juga tentang bagaimana sebuah institusi mengelola data yang mereka miliki. Data bisa menjadi sebuah problem tersendiri dalam konteks pemeringkatan.

Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan Universitas Airlangga, Dr Dian Ekowati PhD, menjadi salah anggota panel dalam diskusi tentang pemeringkatan yang diadakan QS (9/11/2023) di Grand Hyatt Kuala Lumpur. 

“Kami perlu menunjukkan keunggulan kami di bidang riset, pengajaran dan pengembangan masyarakat. Dan pada saat yang sama, kami juga perlu menunjukkan kepada dunia, apa yang bisa kami lakukan tentang itu,” tuturnya. 

Dari perspektif Badan Perencanaan dan Pengembangan, lanjut Dian, mengikuti pemeringkatan ibarat “melakukan medical check-up” dimana raport kinerja diberikan dan hal ini menunjukkan kekuatan dan kelemahan sebuah institusi.

“Disitulah kami melihat mana yang kami sudah bagus dan mana yang masih bisa diperbaiki. Dari sudut pandang itu, rangking menjadi salah satu alat buat kami, untuk menentukan kinerja. Tetapi bukan yang utama, ranking bukanlah tujuan tetapi kami membutuhkannya,” ujar dosen FEB UNAIR itu.

Lebih lanjut, Dian mengatakan ranking mendorong universitas untuk bisa melampaui apa yang bisa dibayangkan. Capaian-capaian luar biasa telah diraih Universitas Airlangga dari peningkatan performanya di pemeringkatan.

“Beberapa tahun yang lalu, in 2015-2016, performa riset kami hanya bisa publish 150 paper, tetapi sekarang dalam setahun minimal kami bisa publish 2500 paper. Secara mendasar hal ini merubah cara bagaimana kami mendapatkan angkanya, tetapi budaya riset dan keunggulan kami. Aku ingin melihatnya dari perspektif itu. Saya menggunakan ranking sebagai alat untuk meningkatkan performa kami,” jelas Dian.

Dosen yang menyelesaikan S3 di University of York itu juga mengatakan bahwa selain ranking juga bisa menarik minat institusi-institusi lain untuk bekerjasama dan berkolaborasi.

“Selama tiga tahun terakhir, dengan ranking kami, Alhamdulillah kami berada di posisi yang sangat baik dari semua upaya-upaya dan kerja keras yang kami lakukan. Di tahun 2020, data kami menunjukkan kami bermitra dengan sekitar 260 institusi dari 40 negara di dunia. Dan di 2023, kami telah bekerjasama dengan sekitar 350 mitra. Jadi ada peningkatan 40 persen dibandingkan 3 tahun lalu. Dan mereka berasal dari 63 negara,” urai dosen yang mengajar Organizational Change Management itu.

Data tersebut menunjukkan tidak hanya jumlah mitra yang naik tetapi keragaman asal negara juga bertambah. Dan menurut Dian, ini adalah hal yang sangat bagus dalam konteks jejaring riset internasional. Berdasarkan pengalamannya sebagai Ketua AGE sebelumnya mengikuti berbagai konferensi pendidikan tinggi internasional, Dian mengutarakan bahwa yang akan ditanyakan pertama kali saat berusaha menjalin kerjasama dengan mitra potensial adalah ranking.

“Bahkan dalam 6 tahun terakhir, kita bisa lihat, ranking telah ditunjukkan dalam backdrop-backdrop pameran seperti dalam kegiatan beberapa hari ini. Orang-orang jadi lebih aware akan ranking. Jadi pada satu titik, ranking itu menarik minat karena ranking adalah salah satu cara mengukur sumber daya atau keunggulan yang dimiliki sebuah universitas,” pungkasnya.

Penulis: Andi Pramono

Editor: Martha Kurnia Kusumawardani

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow