Kuasa Hukum Ahli Waris Linora Torindatu Ultimatum Pemerintah: Bayar Ganti Rugi atau Hadapi Gugatan! 

Kuasa Hukum Ahli Waris Linora Torindatu Ultimatum Pemerintah: Bayar Ganti Rugi atau Hadapi Gugatan! 

Smallest Font
Largest Font

MANADO- Sengketa tanah yang diwariskan dari Linora Torindatu kembali mencuat ke permukaan. Para ahli waris, melalui kuasa hukum mereka, Rois Hidayat, S.H., CMe, menuntut pemerintah untuk segera membayar ganti rugi atas tanah di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, dan Kabupaten Minahasa. Sabtu 15 Febuari 2025.

Tuntutan ini didasarkan pada bukti kepemilikan kuat, termasuk Akta Eigendom Nomor 232 dan Surat Ukur (Meetbrief) Nomor 272 yang telah tercatat sejak 28 Juni 1879. Tidak hanya itu, ahli waris juga mengantongi Salinan Surat Keputusan Menteri Agraria Tahun 1960 serta keterangan resmi dari Balai Harta Peninggalan Jakarta Tahun 1988.  

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Tanah ini merupakan warisan Willem Datoe Yusup Paulus Torindatu, seorang bangsawan Buol, Sulawesi Tengah, yang menikah dengan Boki Karinda dari suku Bantik. Dari pernikahan mereka, lahir dua anak:  

1. Estefanus Paulus Torindatu, yang memiliki keturunan.  

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

2. Linora Torindatu, yang tidak menikah dan tidak memiliki keturunan.  

Dengan tidak adanya keturunan dari Linora Torindatu, hak atas tanah ini secara hukum jatuh kepada keturunan Estefanus Paulus Torindatu.   

Berdasarkan Surat Penetapan BPN Nomor 8 Tahun 1973, Presiden saat itu telah menginstruksikan gubernur dan Badan Pertanahan untuk segera menyelesaikan ganti rugi bagi tanah Eigendom Verponding. Hal ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No. 129 Tahun 2024, yang mengatur penyelesaian aset bekas asing/Tionghoa.  

Rois Hidayat menegaskan bahwa dalam 100 hari kerja pertama Presiden Prabowo Subianto, pemerintah harus menunjukkan komitmennya dalam menegakkan hukum dengan segera memberikan ganti rugi kepada ahli waris yang sah.  

"Jika tanah ini telah dikuasai pihak ketiga atau swasta, maka mereka wajib membayar ganti rugi sesuai peraturan yang berlaku," tegas Rois.  

Mengacu pada PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah eigendom verponding masih dapat dikonversi menjadi hak milik apabila didukung oleh:  

1. Bukti tertulis kepemilikan.  

2. Keterangan saksi.  

3. Pernyataan dari pihak yang bersangkutan.  

Selain itu, UU No. 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir juga mengatur bahwa tanah eigendom yang luasnya lebih dari 10 bouw (sekitar 70 hektar) dan belum mendapatkan ganti rugi harus segera diperiksa dan diajukan kepada Menteri Dalam Negeri. Jika hak milik tidak dapat dikembalikan, pemerintah wajib memberikan kompensasi dalam bentuk uang.  

Dalam SK Menteri Agraria No. 537/Ka Tahun 1960, pemerintah sempat memberikan sebagian tanah seluas 441.280.000 m² sebagai ganti rugi kepada Linora Torindatu. Namun, ahli waris menyatakan bahwa mereka masih berhak atas sisa tanah seluas 2.206.400.000 m², yang hingga kini belum mendapatkan kompensasi.  

Rois Hidayat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dan siap mengambil langkah hukum jika pemerintah terus menunda ganti rugi.  

"Jika pemerintah tidak segera bertindak, maka kami akan membawa kasus ini ke jalur hukum, karena Akta Eigendom Verponding tetap sah sebagai alat bukti kepemilikan," ujarnya.  

Lebih lanjut, Rois menegaskan bahwa pemerintah harus segera menyelesaikan permasalahan ini agar tidak memicu konflik agraria yang lebih luas di Sulawesi Utara.  

"Kami berharap pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo bisa menegakkan keadilan dan segera menyelesaikan hak-hak para ahli waris. Jika dibiarkan berlarut, kasus ini akan menjadi preseden buruk dalam penyelesaian sengketa tanah di Indonesia," pungkasnya.  

—Humas Kuasa Hukum Ahli Waris Linora Torindatu—

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow