Kupas Soal Opini, Esai, dan Penyuntingan Lewat Praktisi Mengajar

Kupas Soal Opini, Esai, dan Penyuntingan Lewat Praktisi Mengajar

Smallest Font
Largest Font

SURABAYA – Kuliah “Praktisi Mengajar Bahasa Indonesia Jurnalistik”, Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia (BASASINDO) FIB UNAIR kembali terselenggara. Acara tersebut memasuki hari kedua, Rabu (29/5/2024) di Ruang Siti Parwati FIB, setelah sebelumnya sukses dilaksanakan pada Selasa (28/5/2024) di tempat yang sama.

Pada hari kedua, Suhardi Budi Santoso, Editor Tempo memberikan penjelasan tentang esai, opini, dan penyuntingan. Terdapat kegiatan praktik menulis dan koreksi langsung oleh Suhardi. Tujuannya, mahasiswa dapat mengetahui proses penulisan naskah sehingga layak terbit di media massa.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Mahasiswa peserta Praktisi Mengajar tengah melakukan proses penulisan naskah dan koreksi bersama dengan pemateri (Foto: Istimewa)

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Penyuntingan

Suhardi menerangkan, proses atau perbuatan menyunting merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memeriksa dan memperbaiki naskah dengan memperhatikan isi dan bahasanya. Seseorang dapat menyunting tulisannya sendiri atau dapat meminta bantuan orang lain. Suhardi melanjutkan, dalam Tempo sendiri, sebelum naskah terbit akan ada penyuntingan dari redaktur bahasa dan redaktur piket.

“Banyak orang yang melakukan penyuntingan sendiri (swasunting, Red) kesulitan menemukan kelemahan tulisannya. Meminta orang lain membaca tulisan kita merupakan cara yang efektif untuk mendapat pandangan objektif mengenainya,” tutur Suhardi.

Esai dan Opini

Selain penyuntingan, Suhardi juga menjelaskan tentang penulisan esai dan opini. Suhardi memaparkan, esai adalah tulisan yang membahas suatu topik secara sepintas lalu menekankan sudut pandang pribadi penulisnya. Esai tidak memerlukan argumentasi yang kuat. “Esai sering ditulis oleh tokoh ternama untuk memberikan sikap terhadap suatu topik. Sehingga esai tidak memerlukan argumentasi yang kuat,” tuturnya.

Sedangkan opini harus menyertakan argumen yang kokoh karena berisi sikap setuju-tidak setuju, mendukung-menentang, dan sejalan-berseberangan terhadap suatu isu atau permasalahan yang ada. “Kalimat pertama yang ditulis Tempo pada opini itu adalah: aturan pembatasan impor barang merugikan pelaku industri. Bisa menjadi ajang suap dan korupsi,” kata Suhardi.

Suhardi melanjutkan dengan penjelasan soal opini. Dalam menulis opini, kata dia, ada beberapa tahapan, mulai dari menulis konteks, argumentasi, memasukkan saran, dan membuat judul. Saat menulis konteks, lanjutnya, harus memahami seberapa penting sebuah masalah diangkat.

“Apa pentingnya sebuah masalah tersebut untuk kita angkat? Apa yang salah dalam sebuah keputusan pemerintah?” paparnya.

Pada bagian argumentasi, penulis bisa menjelaskan apakah pihaknya sepakat atau tidak terhadap suatu keputusan sekaligus menunjukkan landasannya. Setelah memberikan argumentasi yang logis, penulis dapat memasukkan saran dan akhirnya membuat judul yang mewakili isi. “Argumentasi harus logis, mengacu pada pengetahuan, relevan, dan tidak bertele-tele,” tegasnya.

Penulis: Muhammad Rizal Abdul Aziz

Editor: Yulia Rohmawati

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow